Selasa, 14 Mei 2013



AYAT -AYAT TENTANG ILMU PENDIDIKAN

.    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-qur’anul karim ialah mu’jizat islam yang kekal dan mu’jizatnya selalu diperkuat dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturnkan oleh alloh swt kepada rasululloh Muhammad s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. 
Orang yang membaca al-qur’an akan mendapati materi ‘ilmu terdapat dalam surah makiyyah dan madaniyah secara seimbang dengan semua kata jadiannya baik sebagai kata benda, kata kerja, atau kata keterangan beberapa ratus kali.
B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pentingnya memiliki ilmu pengetahuan dalam Islam?
2.    Bagaimana kedudukan orang berilmu dalam al-Qur’an ?
3.    Bagaimana hubungan antar penguasaan ilmu pengetahuan dengan kesejahteraan kehidupan manusia yang memilikinya?
4.    Bagaimana cara mengali sikap positif untuk selalu ingin mencari ilmu ?
II.    PEMBAHASAN
A.     Pentingnya Memiliki Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Dalam islam diwajibkan menuntut ilmu bagi muslimin wal muslimat, sesuai dengan hadits :
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة وطا لب العلم يستغفر له كل شيئ حتى
 الحوت في البحر.                
Artinya: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan dan orang yang sedang mencari ilmu ia selalu didoakan oleh segala seauatu yang ada disekitarnya hingga ikan yang ada di laut-pun ikut mendoakan.”
Selain itu orang yang sungguh-sungguh dalam mencari ilmu ia senantiasa dido’akan oleh para malaikat serta orang yang bersungguh-sungguh mencari ilmu itu dijamin oleh Allah keberkahan dalam ma’isyahnya.
Perlu di ingat bahwa ayat al-qur’an yang pertama diturunkan ke hati Rasulullah saw. Menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam, sebagai alat transformasi ilmu.
Al-Qur’an telah menjelaskan dalam surat al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
                                    
Artinya :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Ayat di atas merupakan renaissance atau pencerahan akan betapa pentingnya membaca dan lebih luasnya membaca apa yang tertulis dan apa yang terhampar di alam raya. Selain itu jelaskan bahwa Allah adalah sumber dari segala ilmu, secara terimplisit ayat ini memberi pesan agar kita membekali diri dengan ilmu pengetahuan. Allah memerintahkan manusia membaca (mempelajari, meneliti, dan sebagainya) apa saja yang telah ia ciptakan, baik ayat- ayatnya yang tersurat (qauliyah), yaitu al-qur’an, dan ayat- ayat-Nya yang tersirat, maksudnya alam semesta (kauniyah). 
Membaca itu harus dengan nama-Nya, artinya karena Dia dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dengan demikian, tujuan membaca dan mendalami ayat- ayat Allah itu adalah diperolehnya hasil yang diridai-Nya, yaitu ilmu atau sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Karena  itulah kunci atau jalan untuk mencari kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Allah meminta manusia membaca lagi, yang mengandung arti bahwa membaca yang akan membuahkan ilmu dan iman itu perlu dilakukan berkali- kali, minimal dua kali. Bila Al-Qur’an atau alam ini dibaca dan diselidiki berkali- kali, maka manusia akan menemukan bahwa Allah itu pemurah, yaitu bahwa Ia akan mencurahkan pengetahuan-Nya kepadanya dan akan memperkokoh imannya.
Di antara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan alat tulis. Mengajari disini maksudnya memberikan kemampuan menggunakannya. Dengan kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. 
B.     Kedudukan orang berilmu dalam islam
Dalam Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 36 Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman :
        •           
Artinya :“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabannya.”
Para mufassir mempunyai beberapa pendapat dalam memaknai ayat ini :
1    Ibnu Abbas berkata : “Janganlah kamu menjadi saksi, melainkan (menjelaskan) apa yang dilihat matamu, didengar oleh telingamu, dan diingat oleh ingatanmu.”
2    Qatadah berkata :“Janganlah kamu mengatakan ‘Aku mendengar’, padahal kamu belum mendengarnya, Janganlah kamu mengatakan ‘aku telah  melihat’ padahal kamu belum melihatnya. Janganlah kamu mengatakan ‘aku telah mengetahui’ padahal kamu belum mengetahuinya.
3    Ada yang mengatakan bahwa yang dilarang di sini adalah menetapkan sesuatu hanya berdasarkan prasangka atau dugaan
(asumsi) saja.
Tuntunan diatas merupakan tuntunan universal. Nurani manusia, dimana dan kapanpun pasti menilainya baik dan menilai lawannya merupakan sesuatu yang buruk. Karena itu dengan menggunakan bentuk tunggal agar mencakup setiap orang sebagai mana nilai- nilai diatas diakui oleh nurani setiap orang, ayat ini memerintahkan: lakukan apa yang telah Allah perintahkan diatas dan hindari apa yang tidak sejalan dengannya dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang engkau tak tahu atau mengaku mendengar apa yang engkau tidak dengar. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, yang merupakan alat- alat pengetahuan semua itu, yakni alat- alat itu masing- masing tentangnya akan ditanyai tentang bagaimana pemiliknya menggunakannya atau pemiliknya akan dituntut mempertanggung jawabkan bagaimana dia menggunakannya.


•            
         
      
“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Q.S. Az-Zumar : 9)
Ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan batin orang yang tekun. Sikap lahirnya digambarkan dengan kata-kata Sajidan dan Qaiman sedang sikap batinnya dilukiskan dengan kalimat yahdzarul akhirata wa yarju  rahmata rabbihi.
Ayat di atas menggarisbawahi rasa takut hanya pada akhirat, sedang rahmat tidak dibaasi dengan akhirat, sehingga dapat mencangkup rahmat duniawi dan ukhrawi. Memang hendaknya seorang mukmin tidak merasa takut menghadapi kehidupan duniawi, karena apapun yang terjadi, selama ia bertaqwa maka itu tidak masalah, bahkan dapat merupakan sebab ketinggian derajatnya di akhirat. Adapun rahmat, maka tentu yang diharapkan Adalah rahmat yang menyeluruh, dunia dan akhirat.
Takut dan mengharap menjadikan seseorang selalu waspada, tetapi tidak berputus asa. Keputusasaan akan mengundang apatisme, sedang keyakinan penuh dapat mengundang optimisme. Seseorang hendaknya selalu wasapada, sehingga akan selalu meningkatkan ketaqwaan, namun tidak kehilangan optimisme dan sangka baik kepada Allah swt.
Kata ya’lamuna pada ayat di atas, ada juga ulama’ yang memahaminya sebagai kata yang tidak memerlukan obyek. Maksudnya bagi siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan apapun pasti tidak sama dengan yang tidak memilikinya. Hanya saja jika makna ini yang anda pilih, maka ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengerti akan hakikat sesuatu lalu menyesuaikan diri dan mengamalkan ilmu pengetahuannya itu.
Kata yatadzakaru diambil dari kata dzakara yakni pelajaran / peringatan. Penambahan huruf ta’ pada kata yang digunakan ayat ini mengisyaratkan banyaknya pelajaran yang dapat diperoleh oleh ulul albab. Ini berarti selain mereka pun dapat mengetahui pelajaran akan tetapi tidak sebnayak ulul albab.
C.    Hubungan penguasaan ilmu dengan kesejahteraan kehidupan
                 
             
       
 Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Mujadalah : 11).


Ayat ini menyeru kepada  kita bagaimana cara menjalin hubungan yang harmonis. Ayat mengajarkan kepada kita salah satu akhlak al-karimah yaitu untuk senantiasa rela berbagi dengan orang lain. Dan alloh meninggikan derajat (memuliakan) orang-orang yang beriman dan berilmu di dunia dan akhirat. Orang yang beriman dan berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sekedar beriman tanpa berilmu.
Ayat ini memberikan penjelasan agar kepada sesama muslim untuk saling memberi kelapangan dalam pergaulan dan usaha mencari kebajikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan dan sebagainya se suai yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Seperti sabda beliau
والله في عون العبد ماكان العبد في عون أخيه (رواه مسلم عن أبي هريرة)
“Allah selalu memberi pertolongan kepada hambanya selama hambanya tersebut mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim  dari Abu Hurairah).
Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang- orang yang hadir dalam suatu majlis hendaklah mematuhi ketentuan- ketentuan yang berlaku dalam majlis itu atau orang- orang yang mengatur  majlis itu.
Selanjutnya, Allah berfirman:”niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” yaitu janganlah kamu mengira bila kamu memberikan kelapangan kepada saudaramu yang datang atau bila dia diperintahkan untuk keluar, lalu dia keluar, akan akan mengurangi haknya.
Bahkan itu merupakan ketingian  dan perolehan martabat di sisi Allah. Sedangkan Allah tidak akan menyia-nyiakan hal itu, bahkan. Dia akan memberikan balasan kepadanya di dunia adan ahirat.”Dan Allah maha mengetahui apa yag kamu kerjakan,”yaitu maha mengetahui orang yang mengetahui orang yang berhak untuk mendapatkan hal itu dan orang tidak berhak mendapatkannya.
D.    Cara menggali sikap untuk selalu ingin mencari ilmu
Imam syafi’i pernah ditanya: ” Bagaimanakah keinginan anda untuk mendapatkan ilmu ?” kemudian Imam Syafi’i menjawab “keinginan saya  dalam  mendapatkan  ilmu,ibarat keinginan seorang ibu yang ingin mendapatkan anaknya yang hilang, tidak ada sesuatu dalam pikirannya selain anaknya tersebut.” Kemudian Imam Syafi’i ditanya lagi “Bagaimanakah perasaan anda ketika dijelaskan oleh seseorang guru mengenai sebuah ilmu ?” jawab imam Syafi’i “Setiap saya mendengar satu huruf yang diucapkan darinya, anggota tubuh saya merasa senang dan pendengaran saya merasakan kenyamanan dari penjelasannya tersebut.” Dari penjelasan imam Syafi’i ini menggambarkan betapa senangnya beliau dan betapa rasa keingin tahuan beliau terhadap ilmu pengetahuan.
Dalam psikologi pendidikan diterangkan bahwa belajar ialah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti serta dari tidak bisa menjadi bisa. Untuk kemudian dalam teori- teori belajar rasa keingin tahuan ini bisa muncul disebabkan karena motivasi. Tingkat tinggi- rendahnya motivasi berpengaruh pada maksimal tidaknya proses belajar. Maksud dari motivasi ialah rasa ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri.

Motivasi terbagi menjadi 2 yaitu :
A.    Motivasi intrinsik yaitu motivasi (daya penggerak) dari dalam diri siswa yang menimbulkan, memberikan arah kegiatan belajar, dan keinginan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar. Motivasi intrinsik sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa karena mengacu pada faktor- faktor dari dalam diri siswa yang berfungsi sebagai pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran. Dengan seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang akan mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya. Dengan merujuk pada kata- kata imam Syafi’i di atas maka hendaknya seorang siswa  hendaknya memiliki motivasi atau rasa keingin tahuan yang kuat dari dalam dirinya dalam kaitannya dengan proses belajar.
B.    Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar. Motivasi ekstrinsik lebih mengacu pada faktor- faktor yang berasal dari luar seperti lingkungan, adat dan lain sebagainya. Motivasi ekstrinsik bisa berupa penghargaan, pujian, hukuman atau celaan. Serta dari perkataan imam Syafi’i diatas untuk itu peranan guru sebagai salah satu faktor untuk mengelola motivasi belajar siswa juga sangatlah penting, dan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas dalam pembelajaran. Sebisa mungkin siswa perlu didorong untuk mampu menata belajarnya sendiri. Disamping itu keterlibatan orang tua dalam belajar siswa juga perlu diusahakan, baik berupa perhatian dan bimbingan kepada anak terhadap sekolah dan kegiatannya.

III.    KESIMPULAN
Alloh memberikan pesan kepada kita agar membekali diri dengan ilmu pengetahuan, karena itulah kunci untuk meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang berilmu ia akan selalu wasapada, sehingga akan selalu meningkatkan ketaqwaan, namun tidak kehilangan optimisme dan berbaik sangka kepada Allah swt.
Allah berjanji  akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Maksudnya bagi siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan apapun pasti tidak sama dengan yang tidak memilikinya. Ilmu  pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengerti akan hakikat sesuatu lalu menyesuaikan diri dan mengamalkan ilmu pengetahuannya itu.
Orang yang beriman dan berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sekedar beriman tanpa berilmu. Dia akan memberikan balasan kepadanya di dunia adan ahirat Karena Dia Maha Mengetahui orang-orang yang berhak untuk mendapatkan hal itu dan orang tidak berhak mendapatkannya.
Untuk menumbuhkan rasa keingin tahuan maka dibutuhkan motivasi yaitu : Motivasi dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik) yang kuat dan Motivasi yang berasal dari luar (motivasi ekstrinsik).
IV.    PENUTUP
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi pemakalah sendiri khususnya. Semoga apa diskusikan semakin menambah ilmu pengetahuan kita. Kami menyadari banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah kami, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Terima kasih.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan