Perawatan Jenazah
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqh
Dosen : Luthfiyah, M. Si
Disusun Oleh :
MOH FALIHUL ISBAH 123111105
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan Zaman dan teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang sesungguhnya dunia ini hanya tempat persinggahan kita yang sementara sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan zaman hingga banyak orang melupakan akan akhirat sehingga kondisi seperti ini akan terjadi terus menerus dan turun menurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam yang tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu sendiri. Lain juga akan banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat dan mengaji.
Permasalahan seperti diatas harus ditanggulangi sedalam mungkin dan mendapat perhatian khusus dari keluarga dan masyarakat. Salah satu cara efektif untuk mengatasi permasalahan diatas yaitu dengan cara mengadakan pengajian, ceramah, dan siraman rohani dengan rutin. Siraman rohani sebenarnya sangat dibutuhkan apalagi di zaman seperti sekarang ini yang hanya mementingkan urusan duniawi dibandingkan akhirat. Melalui cara ini diharapkan generasi muda pada umumnya dapat terus bersaing dengan kemajuan teknologi, tanpa melupakan norma-norma agama.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memandikan jenazah?
2. Bagaimana cara mengafani jenazah?
3. Bagaimana cara menyolatkan jenazah ?
4. Bagaimana cara menguburkan jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN
C. Penyelenggaraan Jenazah
1. Kewajiban-Kewajiban Dalam Pengurusan Jenazah
Apabila seorang muslim meninggal dunia ada 2 (dua) kewajiban yang harus segera diselesaikan oleh pihak yang masih hidup, yaitu :
Pertama, kewajiban terhadap jenazah dan,
Kedua, kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu :
a. Memandikan
b. Mengkafani (membungkus)
c. Menyalatkan (menyembahyangkan)
d. Menguburkan (mengebumikan)
a. Cara Memandikan Jenazah
1) Jenazah di tempatkan pada tempat yang terlindung dari sengatan matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Diletakan pada tempat yang lebih tinggi, seperti dipan atau balai-balai.
2) Jenazah di berikan pakaian (pakaian basahan), seperti sarung atau kain supaya memudahkan memandikannya, dan auratnya tetap tertutup. Yang memandikan hendaknya memakai sarung tangan.
3) Air untuk memandikan jenazah hendaknya air dingin, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya di daerah yang sangat dingin atau karena sebab-sebab lain.
4) Setelah segala keperluan mandi telah disiapkan, maka langkah-langkah memandikan jenazah adalah sebagai berikut :
a) Kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah dibersihkan sampai hilang najisnya dan kotorannya.
b) Jenazah diangkat (agak didudukan), perutnya diurut supaya kotoran yang mungkin ada di perutnya keluar.
c) Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari tangan dan kaki dibersihkan, termasuk kotoran yang ada di mulut atau di gigi.
d) Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata, di mulai dari ujung rambut terus ke bawah sampai kaki.
e) Mendahulukan anggota-anggota wudhu pada waktu menyiramkan air.
f) Menyiramkan dan memandikannya disunahkan tiga kali dengan urutan; seluruh tubuh disiram basah, segera memakai sabun sampai bersih benar, sesudah itu diwudukan yang sempurna dan terakhir disiram dengan air dicampur dengan kapur barus atau lainnya yang benar-benar wangi.
Rasulullah saw, bersabda :
“Dari Ibnu Abbas Ra. Berkata: nabi saw. Masuk ketika kami memandikan putri beliau, kemudian beliau berkata: “Mandikanlah dia dengan air daun bidara”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada riwayat lain dinyatakan: “mulailah bagian muka dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut”.
Orang-orang yang berhak menandikan jenazah adalah sebagai berikut:
1) Jenazah laki-laki
Yang berhak memandikan adalah anak laki-lakinya atau orang laki-laki lain. Perempuan tidak dibolehkan, kecuali istri, anak perempuan atau muhrimnya.
2) Jenazah perempuan
Yang berhak memandikan adalah anak perempaunnya atau orang perempuan lain. Laki-laki tidak boleh kecuali suami, anak laki-laki atau muhrimnya.
3) Jenazah anak-anak yang belum dewasa
Yang menandikan boleh laki-laki atau orang perempuan. Apabila pada anggota badan jenazah terdapat cacat, maka orang yang memandikan harus merahsiakan hal tersebut, demi menjaga nama baik keluarga jenazah tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jenazah yang akan dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Jenazah itu orang muslim atau muslimah
2) Badannya, anggota badannya masih ada sekalipun hanya sedikit atau sebagian.
3) Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela islam), karena orang yang mati syahid tidak wajib dimandikan .
b. Cara mengafani jenazah
Fardu kifayah kedua, setelah mayat dimandikan adalah mengafani atau membungkus. Kain kafan ini harus di beli dari harta yang halal.
Kain kafan di ambil dari harta benda yang ditinggalkan si mayat. Tetapi jika si mayat tidak meninggalkan sesuatu harta, maka ditanggung oleh orang yang menanggung belanja si mayat ketika masih hidup. Namun ini juga tidak ada, maka wajib bagi kaum muslimin dan orang-orang yang mampu mencukupi kain kafan tersebut.
Kain kafan untuk mengafani jenazah sedikitnya satu lembar, satu lapis kain yang dapat dipergunakan untuk menutupi seluruh tubuh mayat, baik mayat laki-laki maupun perempuan. Tetapi jika mampu, maka disunahkan bagi mayat laki-laki dikafani dengan 3 (tiga) lafis/lembar kain tanpa baju atau surban. Sedangkan untuk mayat perempuan disunahkan 5 (lima) lapis kain, masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung dan sehelai yang menutupi seluruh tubuhnya.
Warna kain kafan yang diutamakan berwarna putih, bila tidak ada warna apapun diperbolehkan dan di beri kapur barus dan serta harum-haruman. Dalam sebuah hadits di sebutkan:
“Dari Aisyah ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. Telah dikapani dengan tiga lapis kain yaman yang putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun surban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Tata Cara Pelaksanaan Shalat Jenazah
Salah satu dalil mengenai kewajiban shalat jenazah yaitu:
“Rasulullah saw. Telah bersabda: “shalatkanlah orang-orang yang telah meninggal dunia.” (HR. Ibnu Majah).
1) Syarat-syarat shalat jenazah
a) Shalat jenazah seperti halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutupi aurat, suci dari hadats besar dan kecil, bersih badan, pakaian dan tempatnya dari najis serta menghadap kiblat.
b) Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
c) Letak jenazah sebelah kiblat orang yang menyalatkannya, kecuali kalau shalat yang dilakukan di atas kubur atau shalat gaib.
2) Rukun Shalat Jenazah
a) Niat
b) Berdiri bagi yang kuasa
c) Takbir empat kali
d) Membaca patihah
e) Membaca shalawat atas Nabi Saw
f) Mendoakan mayat
g) Memberi salam
3) Cara Mengerjakan Shalat Jenazah
Shalat jenazah dapat dilakukan atas seorang mayat atau beberapa mayat sekaligus. Seorang mayat boleh bila dilakukan berulang kali salat. Misalnya mayat sudah disalatkan oleh sebagian orang, kemudian datanglah beberapa orang lagi untuk menyalatkannya dan seterusnya.
Jika shalat dilakukan berjamaah, maka imam berdiri menghadap kiblat, sedang makmum berbaris di belakangnya. Mayit diletakan melintang dihadapan imam dan kepalanya di sebelah kanan imam. Jika mayit laki-laki hendaknya imam berdiri menghadap kiblat dekat kepalanya, dan jika mayit wanita, imam menghadap dekat perutnya .
Shalat jenazah tidak dengan ruku dan sujud serta tidak dengan azan dan iqamat.
a) Niat menyengaja melakukan shalat atas mayit, dengan empat takbir menghadap kiblat karena allah.
b) Takbiratul ihram, mengucapkan “allahu akbar” bersamaan dengan niat
c) Membaca surat al-fatihah sebagai mana shalat-shalat yang lain (tidak di sertai dengan surat-surat yang lain). Setelah membaca al-fatihah terus takbir.
d) Sesudah takbir yang kedua, terus membaca shalawat atas nabi saw.
e) Setelah takbir yang ketiga, kemudian membaca doa sekurang-kurangnya sebagai berikut:
عَنْهُ وَاعْفُ وَعَافِهِ وَارْحَمْهُ لَهُ اغْفِرْ اَللَّهُمَّ
Artinya :
“Ya allah ampuni dia, berilah rahmat dan sejahtera serta maafkanlah dia.”
f) Selesai takbir keempat, membaca doa sebagai berikut:
وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ بَعْدَهُ تُضِلَّنَا وَلاَ أَجْرَهُ تَحْرِمْنَا لاَ اَللَّهُمَّ
Artinya:
“Ya allah, janganlah engkau jadikan kami sebagai penghalang pahalanya, dan janganlah engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.”
g) Kemudian memberi salam sambil memalingkan muka kekanan dan kekiri dengan ucapan salam.
d. Cara Menguburkan Jenazah
Fardu kifayah keempat adalah menguburkannya. Selesai di shalatkan, mayat segera di bawa ke kubur untuk di makamkan. Menguburkan jenazah apabila ia orang shaleh harus disegerakan, supaya ia segera menerima kebaikannya.
Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan sebagai penghormatan terakhir sampai pemakaman.
Tata cara menguburkan jenazah
1) Dibutuhkan liang lahat yang cukup dalam, sepanjang badan mayat, dalamnya setinggi orang berdiri ditambah setengah lengan, lebarnya kurang lebih satu meter. Di dasar lubang dibuat lebih miring lebih dalam kearah kiblat. Maksudnya agar tidak mudah dibongkar binatang buas dan tidak bau setelah mayat itu membusuk.
2) Setelah jenazah diusung dan sampai kubur, maka masukkanlah ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakannya jenazah, hendaknya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلىَ مِلّةِ وَرَسُوْلِ اللهِ
Artinya:
Dengan nama Allah SWT dan atas nama agama Rasulullah.
3) Tali-tali pengikat kain kafan di lepas semua, tepi kanan dan ujung kaki di tempelkan ketanah.
4) Setelah itu, mayat di tutup dengan papan, kayu, atau bambu yang disebut “dinding ari” kemudian diatasnya ditimbun tanah sehingga lubang itu rata dan ditinggikan seperlunya kira-kira sejengkal (cukup sebagai tanda) serta biasanya di atas lurus dengan kepala mayat di beri tanda (batu).
5) Kemudian meletakannya pelapahan yang masih basah atau menyiramnya dengan kembang di atas kubur tersebut. Hal ini sesuai dengan perbuatan rasul pada saat selesai menguburkan putranya, Ibrahim.
6) Mendoakan dan memohonkan ampun bagi jenazah serta diberikan keteguhan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat munkar-nakir di alam kubur.
2. Mati Syahid
Orang yang mati sahid, yaitu orang yang mati dimedan perang untuk meninggikan agama Allah. Mereka tidak dimandikan dan juga tidak disembahyangkan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw. Sebagai berikut:
Dari Jabir bin Abdullah ra. Berkata: “Nabi saw. Mengumpulkan dua orang laki-laki yang meninggal dalam perang uhud dalam satu kain.. Dan beliau telah memerintahkan supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.” (HR Bukhari)
Tidak boleh dimandikan dan disalati, sebab darah orang yang mati syahid itu dihari kiamat akan berubah menjadi kasturi (bau wangi) di hadirat tuhan.
Adapun orang yang mati syahid itu dibagi atas beberapa macam :
a. Syahid dunia, yaitu orang yang mati di medan perang hanya sekedar untuk mempertahankan tanah air, diri dan hartanya.
b. Syahid akhirat, yaitu orang yang mati karam, terbenam, sakit perut, mati melahirkan anak.
c. Syahid dunia akhirat, yaitu orang-orang yang telah disebutkan di atas tadi, ialah orang yang mati di medan perang untuk meninggikan kalimah tuhan.
Pada syahid yang ketiga tersebut di atas, haram memandikan dan menyembahyangkan mereka. Adapun syahid yang pertama dan kedua itu boleh diperlakukan sebagai mayat biasa asal saja badannya tidak hancur ketika mati itu. Demikian penjelasan i’anat Al-Thalibin.
3. Kewajiban-Kewajiban Yang Berkenan Dengan Peninggalan
Syarat islam telah menetapkan harta peninggalan seseorang yang telah wafat, yaitu:
a. Mengurus dan membiayai penguburan jenazah
Jika pada saat meninggal dunia, seorang muslim memiliki harta benda yang ditinggalkan, maka yang pertama harus dibiayai dengan uang peninggalan pengurusan jenazah.
Biaya pengurusan jenazah ini berupa:
1) Membeli kain kafan, sabun, kapur barus, minyak wangi, dan lain-lain.
2) membeli kayu/papan atau bambu sebagai penutup liang lahat, biaya penguburan dan lain sebgainya.
b. Melunasi hutang-hutangnya
Jika masih ada harta peninggalan setelah diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka dipergunakan untuk melunasi hutang-hutangnya, yaitu: yaitu hutang kepada allah (seperti jakat, nadzar) maupun hutang kepada sesama manusia.
Madzhab Syafi’i menyatakan hutang kepada allah harus di dahulukan dari pada hutang kepada manusia. Sedang golongan Hanafi menyatakan bahwa hutang mayit telah gugur dengan adanya kematian. Karena itu, ahli waris tidak berkewajiban membayar hutang mayit kepada allah, kecuali bila ahli waris melakukan dengan sukarela, atau diwasiatkan oleh mayit untuk dibayar. Dengan diwasiatkannya hutang, maka hutang itu menjadi seperti wasiat kepada orang lain yang dilaksanakan oleh ahli waris sepertiga dari sisa untuk perawatan mayat dan ahli waris, maka wasiat diambil sepertiga dari seluruh harta peninggalan. Sedangkan imam Ahmad bin Hanbal mempersamakan antara hutang kepada allah dan manusia, artinya keduanya harus sama-sama dibayar, tetapi mereka mendahulukan pembayaran hutang yang bersifat ‘aini (hutang yang berkaitan dengan harta) kemudian baru yang bersifat mutlak .
Hutang mayat harus dibayar, sebab hal ini sangat mempengaruhi kehidupannya diakhirat nanti. Bila hutang tersebut tidak dibayar atau tidak direlakan oleh pihak yang menghutangi, maka akan menambah berat beban simayat.
“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah sa. Telah bersabda: “diri seorang mukmin itu tergantung (tidak sampai kehadirat allah) karena hutangnya, sehingga dibayar terlebih dahulu hutangnya itu (oleh keluarganya yang masih hidup)”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
c. Memenuhi dan melaksanakan wasiat
Apabila hartanya masih ada, maka wasiatnya harus dipenuhi. Wasiat yang perlu dipenuhi adalah wasiat yang tidak melebihi 1/3 harta yang ditinggalkan. Wasiat bisa berupa waqaf wasiat, hutang wasiat, dan sebagainya.
Allah SWT berfirman :
…دَيْنٍ أَوْ بِهَا يُوصِي وَصِيَّةٍ بَعْدِ مِنْ …
Artinya :
… Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (QS. Al-Nisa’ : 11)
d. Warisan kepada Ahli waris yang berhak
Jika kewajiban pertama, kedua dan ketiga telah ditunaikan maka jika masih ada siswa peninggalan si mayit kemudian dibagi kepaa ahli waris yang berhak menerimanya.
D. Hikmah Syariah penyelenggaraan jenazah
1. Merupakan menifestasi dari perasaan ukhuwah islamiyah
2. Mewujudkan ketinggian agama islam sebab bukan hanya kepada yang hidup saja seorang harus menghormati, tetapi juga kepada yang sudah meninggal.
3. Lebih mempertegas ajaran islam tentang persamaan kedudukan manusia di hadapan Allah. Semua itu tergaambar dalam pengurusan jenazah tidak terdapat perbedaan antara si kaya dan si miskin.
BAB III
PENUTUP
E. KESIMPULAN
Bahwasanya semua makhluk yang bernyawa itu semuanya akan mengalami yang namanya kematian. Oleh karena itu kita semua harus mempersiapkan bekal dari dunia ini untuk mempertanggung jawabkan di akhirat kelak. Oleh karena itu pula kita sebagai umat islam harus saling membantu satu sama lain. Seperti mengurus jenazah yang hukumnya fardu kifayah.
F. SARAN–SARAN
Kita sebagai sesama umat islam harus tetap saling membantu mengurus jenazah orang lain walaupun orang itu pernah mempunyai salah kepada kita ataupun menyakiti hati kita karena sesungguhnya mengurus jenazah itu adalah surah Rasul dan hendaknya kita mengikhlaskan semua hutang yang pernah dipinjam oleh orang yang meninggal dunia tersebut kepada kita serta memohonkan ampun bagi si mayit agar amal kebaikannya dapat diterima disisi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarko. Fikih untuk MTs kelas VIII, Aneka Ilmu, Semarang: 2009
W. Al-Hafidz, Ahsin. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah. 2007
Sabiq, Sayid. Fiqih Sunnah 4. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1978
Al-Atsari, Abu Hasan Al-Maidani. Shalat Jenazah, Solo: At-Tibyan, 2001.
Sumaji, Muhammad Anis dan Salmah, Af’Idah, Panduan Praktis Pengurusan Jenazah, Solo: Tinta Medina, 2011
sia titanium
BalasPadamThe gold-plated razor is one of the most widely popular and widely used safety razors. The blades also get its nickname titanium strength in China due to its close close titanium white proximity titanium jewelry piercing to titanium hair clipper the titanium (iv) oxide